Selasa, 30 Oktober 2018

Hukum orang yang tidak melakukan tawaf wada'.





Assalammualaikum warrahmatullah wa barakatuh.
Tawaf Wada yang memiliki nama lain tawaf perpisahan merupakan suatu ibadah yang dilaksanakan sebagai pernyataan perpisahan dan penghormatan kepada Baitullah dan Masjidil Haram. Tawaf ini cukup dikerjakan dengan berjalan biasa. Selain disebut sebagai thawaf perpisahan thawaf wada juga disebut  Tawaf Shadar yang artinya Thawaf kembali karena setelah itu jama’ah akan meninggalkan Mekah untuk ketempat masing-masing.[1]
Pendapat pertama ada yang mengatakan Thawaf Wada wajib bagi yang Haji maupun Umra. Adapun pendapat lain mengenai Thawaf wada’ adalah thawaf yang wajib dilaksanakan bagi jamaah haji sunnah untuk jamaah umroh. Berikut salah satu dalil yang menjelaskan akan hal tersebut.
أُمِرَ النَّاسُ أَنْ يَكُونَ آخِرُ عَهْدِهِمْ بِالْبَيْتِ ، إِلاَّ أَنَّهُ خُفِّفَ عَنِ الْحَائِضِ
Artinya : “Manusia diperintahkan menjadikan akhir amalan hajinya adalah di Baitullah (dengan thowaf wada’, pen) kecuali hal ini diberi keringanan bagi wanita haidh.” (HR. Bukhari no. 1755 dan Muslim no. 1328).[2]
Perintah ini tidak hanya berlaku untuk mereka yang melaksanakan kegiatan haji dan umrah, bahkan mereka yang melakukan kegiatan apapun di kota Mekah, seperti berdagang. Sebagaimana penjelasan berikut.
Dalam Minah al-Jalil,   kitab Malikiyah
ندب لكل من أراد الخروج من مكة مكيا أو آفاقيا قدم بنسك أو تجارة طواف الوداع إن أراد الخروج
Artinya : “Dianjurkan bagi semua yang hendak keluar Mekah, baik dia asli Mekah maupun penduduk penjuru dunia lainnya, baik datang untuk manasik (haji/umrah) atau untuk berdagang, agar melakukan thawaf wada’ ketika hendak keluar.” (Minah al-Jalil, 2/295).[3]
Al-Buhuti, ulama hambali menuliskan
طواف الوداع ليس من الحج، وإنما هو لكل من أراد الخروج من مكة
Artinya: “Thawaf wada’ bkan bagian dari haji. Namun ini berlaku untuk semua orang yang hendak meninggalkan kota Mekah.” (Kasyaf al-Qana’, 2/521)[4]


BACA JUGA BENARKAH HAJAR ASWAD MEMBERI MANFAAT KEPADA JAMAAH HAJI DAN UMRAH

Berdasarkan hal diatas, bagaimana jika thawaf wada’ tidak dilaksanakan, apa hukumnya? Hemat penulis, kalua kita berkaca kepada pendapat ulama yang mengatakan wajib maka disini artinya orang yang tidak melaksanakan Thawaf Wada akan terkena resiko berupa dam.  Sebagaimana pendapat Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ketika pertanyaan diajukan kepadanya. Pertanyaannya seperti ini
“Saya haji bersama rombongan dan kami telah menyempurnakan haji. Namun pada akhir putaran keenam dalam thawaf wada’ istri saya pingsan, maka saya harus membawa dia ke luar Mekkah sehingga saya, saudara lelaki istri saya dan juga istri saya tidak dapat merampungkan putaran thawaf ketujuh. Apakah kami wajib melakukan sesuatu ?”
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz mengatakan bahwa mereka terkena dam (menyembelih binatang), berupa menyembelih kurban di Makkah dan dibagikan kepada orang-orang miskin di tanah suci. Yaitu, sepertujuh unta, atau sepertujuh sapi, atau seekor kambing yang memenuhi syarat seperti dlam kurban serta bertaubat dan memohon kepada Allah. Syekh Abdul Aziz mendasarkan pendapatnya ini kepada hadits dibawah ini.[5]
لاَيَنْفِرَنَّ أَحَدٌمِنءكُم حَتَّى يَكُوْنَ آخِرُ عَهْدَهُ بِالْبَيْتِ
Artinya : “Janganlah seseorang di antara kamu pulang melainkan mengakhiri ibadah hajinya dengan thawaf di Baitullah” [Hadits Riwayat Muslim dalam shahihnya]
Pernyataan Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ini berlaku kepada orang yang melakukan Haji. Sedangkan untuk umrah beliau berpendapat bahwa thafaf wada adalah sunnah. Jika sunnah maka jelas tidak terkena hukuman. Pertimbangannya, karena umrah adalah haji kecil, sehingga tidak berlaku sebagaimana kewajiban pada haji. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,[6]
العُمْرَةُ الحَجُّ الأَصْغَرُ
Artinya: “Umrah adalah haji kecil.” (HR. ad-Daruquthni 2756)
Pendapat Syekh Abdul Aziz juga dikuatkan dengan pendapat Dr. Muhammad Ali yang Ferkus mengatakan
وخَرَجَ طَوَافُ الوَدَاعِ من حكمِ الوجوبِ إلى السُّنيَّةِ لأنّ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وآله وسَلَّم لم يَطُفْ للوداعِ عندَ خروجه من مكةَ بعد عُمْرَةِ القضاءِ
Artinya: “Thawaf wada’ tidak dihukumi wajib dan dihukumi sunah bagi orang yang umrah, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan thawaf wada’ ketika beliau keluar kota Mekah setelah melakukan Umrah Qadha’.” (Fatwa Muhammad Ferkus, no. 807)
Dalam kitab Bada’i as-Shana’I, kitab madzhab Hanafi, juga menyatakan untuk umroh thawaf wada juga sunnah
أما طواف الصدر فلا يجب على المعتمر
Artinya: “Untuk thawaf wada’, hukumnya tidak wajib bagi orang yang umrah.” (Bada’i as-Shana’i, 2/227).
Jika Thawaf Wada diwajibkan bagi mereka yang berhaji bagaimana dengan Wanita yang sedang Haid. Bagi wanita yang haid  diberi keringanan sebagaimana penggalan hadits diatas[7]
إِلاَّ أَنَّهُ خُفِّفَ عَنِ الْحَائِضِ
Artinya: “Tetapi beliau memberikan keringanan kepada wanita yang haidh” [Muttafaqun ‘alaih]
Berdasarkan penjelasan diatas maka kami dapat sedikit menyimpulkan sebagai berikut:
1.Thawaf Wada’ hukumnya wajib bagi orang yang sedang ber-Haji walaupun terdapat udzur seperti sakit, kecuali wanita yang sedang Haid
2.Thawaf Wada’ Sunnah bagi orang yang sedang Umrah
3.Thawaf Wada’ bukan hanya dilakukan bagi orang yang Haji ataupun Umrah tapi juga dilakukan bagi orang yang melakukan kegiatan apapun di Mekkah
4.Pada pendapat lain mengatakan bahwa baik Haji, Umrah dan Kegiatan apapun di Mekkah diwajibkan untuk melakukan Thawaf Wada’ namun tidak bagi mereka yang memang sudah berdomisili di Mekkah

Senin, 22 Oktober 2018

Zakat perhiasan selain mas dan perak

Jenis-jenis harta benda yang wajib di zakatkan pada zaman modern sekarang ini, sebagaimana disampaikan oleh prof. Dr. Muhammad Yusuf al-Qardlawai dalam kitabnya “Fiqh az-Zakar” adalah sebagai berikut: Adz-Dzahab wa al-fiddlah, yakni emas dan perak , termasuk batu permata, intan berlian, dan logam mulia.
Perhiasan wanita, Mutiara, berlian dan  lain-lain yang telah cukup nishab, jika dimasudkan semata-semata untuk perhiasan wanita secara wajar, hukum zakatnya adalah khilaf, ada ulama yang mewajibkan dan ada pula yang tidak mewajibkan.
Mutiara, berlian dan lain-lain yang telah cukup nishab, jika dimaksudkan untuk invesntasi, atau menyimpan kekayaan, wajib dikeluarkan zakatnya, jika telah cukup haul.
Manakala, segala perhiasan yang dihasilkan daripada bahan selain emas dan perak, seperti batu permata, intan, mutiara dan sebagainya, maka telah ittifaq para ulama fiqh bahawa tidaklah dikenakan apa-apa zakat ke atasnya. Menurut Dr. Abdul Karim Zaidan di dalam kitabnya: “Tidak terjadi perselisihan pendapat di antara para ulama mengenai perhiasan wanita selain emas dan perak, bahawa barang-barang tersebut tidak perlu dikeluarkan zakat; kecuali apabila untuk diperdagangkan.” (Ensaiklopedia Fiqh Wanita, hal. 38).
Ini bermakna, seandainya barangan perhiasan daripada selain emas dan perak itu dijana hingga mendatangkan pendapatan atau penghasilan (seperti disewakan atau dijual), maka pada saat itulah ia menjadi takluk atau tunduk kepada zakat, yiaitu dikenakan ke atas hasil yang dijana daripadanya sebagai zakat pendapatan atau zakat perniagaan.
Pandangan ini turut dilontar oleh seorang ulama Hambali, iaitu Abu Wafa’ Ibn Akil seperti mana yang telah diterakan di dalam kitab Ibn Qayyim dan kemudiannya dicuplik oleh al-Qaradawi di dalam kitabnya Hukum Zakat (hal. 442).
Berlian yang digunakan untuk perhiasan tidak ada zakatnya, tapi jika diproyeksikan untuk perdagangan maka ada zakatnya, demikian juga permata. Adapun emas dan perak, maka keduanya ada zakatnya jika mencapai nishab walaupun untuk dikenakan. Demikian menurut pendapat yang benar di antara dua pendapat ulama. (Syaikh Ibnu Baz, Fatawa Az-Zakah, disusun oleh Muhammad Al-Musnad, hal. 45.)
Perlukah Mengeluarkan Zakat Selain Emas atau Perak (Perhiasan)?
 Syaikh Abdul Aziz bin Baz Rahimahullah pernah ditanya tentang cara mengeluarkan zakat perhiasan emas yang tercampur dengan benda-benda lain, maka beliau menjawab: “Yang wajib dizakati adalah emasnya jika untuk digunakan, sedangkan batu-batu mulia, seperti permata, berlian dan lain-lainnya, semua ini tidak ada kewajiban untuk mengeluarkan zakat.
Al-Imam Malik berkata,”tidak ada zakat pada lu’lu’(mutiara), misik,’dan anbar.”(Al Muwaththa’no1/232). Al-Imam Asy-Syafi’it,”apa yang dijadikan perhiasan oleh para wanita atau yang disimpan mereka, ataupun yang disimpa  oleh para lelaki berupa mutiara, zabarjad (batu permata seperti zamrud), yaqut, marjan, perhiasan yang berasal dari laut, dan selainnya tidak ada zakatnya. Tidak ada zakatnya kecuali pada emas dan perak. Tidak ada zakat ada kuningan, besi, tembaga, batu, belerang dan apa-apa yang dikeluarkan dari bumi. Tidak ada zakat pada anbar tidak ada pula pada mutiara yang diambil dari laut” (Al-Umm, kitab Az-Zakah, bab Ma La Zakata fihi minal Hulli).
Kesimpulannya, harta-harta perhiasan seperti emas dan perak adalah wajib dizakatkan, manakala perhiasan daripada batu-batu permata, intan, mutiara, ambar (sejenis batu dari perut ikan) dan sebagainya tidaklah wajib dizakatkan, kecuali ia dijadikan sewaan atau jualan hingga mendatangkan hasil.
Nam kelompok
Siti murni
Nafifah badriah
Imam hidayat

Senin, 15 Oktober 2018

Hasil wawancara pada hari ini pagi jam 9:10 dengan salah satu dosen di Universitas IAIN dimana beliau mengungkapkan hal_hal yang pernah dilakukan selama berzakat, beliau mengatakan bahwa melakukan zakatnya itu perbulan dan juga pertahun, dan beliau tidak pernah mengeluarkan zakatnya ke rumah zakat hanya di berikan kepada orang yang tidak mampu itup
untuk perbulan, dan untuk yang pertahun beliau menyalurkan ke masjid maksudnya disini setiap menerima gaji sebesar 4.000.00 beliau mengeluarkan 100.000 misalkan 2,5%×4.000.00= 100.000 jadi pertahunya itu sebanyak 1.200.000 tetapi kata beliau itu tidak termasuk kotor maupun bersih karena kalau d hitung kotornya semua hutamg dan juga segala hal mungkin gak sampai 100.000 atau pun lebih darinya. Dan beliau pun juga tidak tahu apakah yang di keluarkannya itu termasuk zakat mal atau juga di sebut dengan sedekah intinya saya mengeluarkan setiap bulan maupun pertahun, dan beliau menyebutkan bahwa zakatnya ini termasuk zakat profesi. Jadi menurut saya ini termasuk zakat mal karena beliau mengeluarkannya dengan secara langsung

Hukum memakai cadar dan sarung tangan dalam ihram

Larangan bagi perempuan
1. Di larang memakai cadar dan penutup wajah. Di syariatkan harus membuka wajahnya kecuali kalau ada laki_laki nan nun muhrim lewat di depan wajahnya maka boleh menutup wajahnya dengan kain.
2. Di larang memakai sarung tangan
Tetapi barang siapa yang melakukan salah satu dari larangan tersebut karena lupa, tidak tahu ataupun di paksa untuk memakainya maka hal itu tidak membatalkan hajinya (Allah Swt) berfirman "dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang disengaja oleh hatimu."(Al_ahzab:5)

Jumat, 12 Oktober 2018

Zakat hanya dengan sekedar sedekah

Zakat mal adalah salah satu zakat harta yang dimiliki oleh individu dengan syarat _ syarat tertentu yang telah ditetapkan syarat syarat dengan demikian hasil wawancara dengan bapak muhidi dimana beliau seorang petani dan pendapatan beliau dalam mengelolah hasil pertaniannya tidak menentu dan beliau mengatakan bahwa penghasilan yang di peroleh hanya cukup untuk keluarga saja dan hasilnya pun tidak perbulan maupun pertahun beliau mengatakan pada saat berpanen ada masanya dan musimnya pada musim saja itu untung untungan beliau bisa menjual hasil kerjanya, karena itulah beliau tidak pernah melakukan zakat mal melainkan memberikan sedekah kepada anak yatim untuk rasa bersyukurnya kepada Allah Swt.

Masalah ihrom

Pada saat saya mewawancarai orang yang sama yaitu bapak haji katta beliau pada saat melakukan ihrom harus dengan keadaan suci dan pada saat itu beliau memotong kuku dan beliau lupak karna kurang paham saat itu dan beliau mengetahui pada saat kembali ke tanah air mereka jadi mereka masih was was apakah hajinya sah atau tidak karna tidak tahu atau karna lupak sekia. Terimah kasih

Hasil wawancara

Hasil wawancara kepada bapak haji Katta dan ibu sayna saat saya bertanya kepada beliau kesan pada saat tiba di mekkah beliau menjawab kesan pertama senang sedih dan gembira beliau bilang saat melakukan tawaf beliau merasa bermimpi karna sangat senangnya beliau dan pada saat proses keberangkatannya beliau banyak sekali melakukan persiapan pertama kesehatan, mental dan juga niat yang terutama, saat itu beliau melaksanakan haji pada tahun 2015 dan beliau melakukan ihrom sebelum berangkat dan melakukannya di rumah sampai tujuan beliau kurang memahami tentang haji dan kurang paham dalam melaksanakan haji walaupun diberikan buku paduan beliau hanya melihat isinya dan tidak mengerti ap yang terdapat d dalamnya .pada saat beliau melaksanakan haji dengan secara langsung atau secara tunai sebesar 75 juta 3 orang karena dulunya masih murah dan beliau menjual tanah tanpa melakukan cicilan. Setelah itu beliau sampai di sana melakukan tawaf dan sya'i sekitar 7 putaran

Wawancara haji

Dari hasil wawancara atas nama bapak H. Katta dan ibu sayna dan saya bertanya saat proses keberangkatan haji beliau mengatakan bahwa banyak sekali yang harus d persiapkan terutama niat dan juga mental dan juga kesehatan . Dan beliau melakukan haji dengan secara langsung dan secara khas. Dan beliau melakukan ihrom dirumah dan sampai ke tujuannya pun selalu membaca niat di dalam hatinya. Saat beliau tiba di mekkah beliau berkesan sangat senang dan bahagia pastinya karna baru pertama juga beliau melakukan haji serasa beliau menangis dan merasa ada d surga dan beliau pun merasakan kesan yang sangat bahagia . Beliau kurang memahami tentang haji walaupun beliau di berikan buku paduan oleh trevelnya beliau hanya melihat dan tidak mengerti apa dan maksud dari isinya tersebut , beliau hanya mengikuti arahan daribtrevel